KATA
PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah. Sholawat dan salam kepada Rasulullah. Berkat limpahan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini.
Dalam perkembangan kehidupan bersama manusia cenderung tidak mengenal batas,baik dalam ruang lingkup Negara ataupun internasional, dalam kehidupan bermasyarakat dan antar individu - individu terdapat hukum yang mengatur segala aspek kehidupan dan menjadi sandaran bagi umat islam.
Dalam makalah ini kami akan membahas masalah hukum yang mengatur tentang keagenan dan makelar yang di tinjau dari hukum islam. Semoga makalah ini bermanfaat untuk memberikan kontribusi kepada mahasiswa Hukum sebagai bekal melakukan pemahaman atau pedoman bagi umat islam untuk mengetahui bermacam – macam hukum islam.
Dan tentunya makalah ini masih sangat jauh dari sempurna.untuk itu pemakalah perlu masukan dari dosen pembimbing dan dari mahasiswa,sebagaimana mestinya.
PENDAHULUAN
Istilah
keagenan dan makelar dalam kehidupan sehari – hari telah biasa kita dengar
tetapi kita memerlukan pemahaman atau mengetahui keagenan dan makelar itu
bagaimana dan seperti apa system dalam keagenan dan makelar itu sendiri.dalam
makalah ini akan membahas tentang keagenan dan makelar dan sistemnya.
Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang
saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen.
Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi
kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak manejemen harus
mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham.
Makelar
dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah perantara dalam bidang jual beli.
Makelar
berasal dari bahasa arab, yaitu samsarah yang berarti perantara perdagangan
atau perantara antarapenjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli.
Makelar
adalah pedagang perantara yang berfungsi menjualkan barang orang lain dengan
mengambil upah atau mencari keuntungan sendiri tanpa menanggungresiko. Dengan
kata lain, makelar itu ialah penengah antara penjual dan pembeli untuk
memudahkan terlaksananya jual beli tersebut.
Semoga
pembahasan makalah kami kali ini bermanfaat bagi pembaca dan mahasiswa, dan
bias sebagai landasan terutama bagi umat islam dan pembacanya.
PEMBAHASAN
Keagenan Dan Makelar
A. KEAGENAN
I.
Teori
Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang
saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen.
Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi
kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak manejemen harus
mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham.
A.
Konsep
Teori Agensi
Teori agensi merupakan salah satu teori dasar yang digunakan
untuk menjelaskan hubungan yang terjadi pada praktek bisnis modern, yakni
hubungan keagenan (agency relationship)
antara prinsipal sebagai pemilik perusahaan dan agen sebagai pengelola
perusahaan. Pada perusahaan besar saat ini, pemilik perusahaan
direpresentasikan secara langsung oleh pemegang saham dan pengelola adalah
manajemen perusahaan. Dari hubungan inilah seluruh asumsi mengenai teori agensi
dibangun.
Menurut Eisenhardt (1989), teori keagenan dilandasi oleh tiga
asumsi, yaitu:
ü Asumsi tentang sifat manusia
Asumsi tentang sifat manusia mengemukakan bahwa manusia
memiliki kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan menghindari
risiko (risk aversion).
ü Asumsi tentang keorganisasian
Asumsi keorganisasian mengemukakan adanya konflik antar
anggota organisasi, efisien sebagai kriteria produktivitas dan adanya asimetris
informasi antara pemilik perusahaan dan manajemen.
ü Asumsi tentang informasi.
Asumsi
Informasi menerangkan bahwa informasi dipandang sebagai komoditas yang dapat
diperjual-belikan.
Jensen dan Meckling (1976) sebagai yang pertama kali
melakukan eksposisi teoritis mengenai teori agensi mendefinisikan hubungan
keagenan sebagai berikut:
We
define an agency relationship as a contract under which one or more persons
(the principal(s)) engage another person (the agent) to perform some service on
their behalf which involves delegating some decision making authority to the
agent. If both parties to the relationship are utility maximizers, there is
good reason to believe that the agent will not always act in the best interests
of the principal.
Dari
kutipan di atas kita dapat mengetahui bahwa hubungan keagenan adalah sebuah
kontrak antara seorang atau lebih prinsipal dengan orang lain yang disebut agen
untuk melaksanakan sejumlah jasa dan mendelegasikan sejumlah wewenang
pengambilan keputusan kepada agen, demi memaksimalkan kepentingan prinsipal.
Akan
tetapi dalam pelaksanaannya, agen tidak selalu bertindak berdasarkan
kepentingan prinsipal. Sebagaimana yang dikemukakan. Manajemen
bisa melakukan tindakan-tindakan yang tidak menguntungkan perusahaan secara
keseluruhan yang dalam jangka panjang bisa merugikan kepentingan perusahaan.
Bahkan untuk mencapai kepentingannya sendiri, manajemen bisa bertindak
menggunakan akuntansi sebagai alat untuk melakukan rekayasa. Perbedaan
kepentingan antara prinsipal dan agen inilah disebut dengan Agency Problem yang salah satunya disebabkan oleh
adanya Asymmetric Information.
Manajemen
diasumsikan seringkali bertindak berdasarkan kepentingan pribadi (Self Interest) sehingga terjadi konflik
kepentingan antara pemegang saham dan manajemen yang pada akhirnya merugikan pemegang saham. Arifin menyebutkan bahwa
“Perbedaan Kepentingan kepentingan antara prinsipal dan agen inilah disebut
dengan Agency Problem yang salah satunya disebabkan
oleh adanya Asymmetric Information.”
Menurut
Arifin salah satu penyebab terjadinya permasalahan agensi adalah adanya
Informasi Asimetri (Asymmetric
Information).
Asymmetric Information (AI), yaitu
informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi
informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Dalam hal ini
prinsipal seharusnya memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam mengukur
tingkat hasil yang diperoleh dari usaha agen, namun ternyata informasi tentang
ukuran keberhasilan yang diperoleh oleh prinsipal tidak seluruhnya disajikan
oleh agen. Akibatnya informasi yang diperoleh prinsipal kurang lengkap sehingga
tetap tidak dapat menjelaskan kinerja agen yang sesungguhnya dalam mengelola
kekayaan prinsipal yang telah dipercayakan kepada agen.
Informasi
yang dimiliki oleh pemegang saham dan pihak manajemen tidak merata. Dimana
pemegang saham tidak memperoleh seluruh informasi yang dibutuhkan dari pihak
manajemen untuk menilai kinerja yang telah dilakukan oleh pihak manajemen.
Sebab manajemen perusahaan, dilatar belakangi oleh kepentingannya, memberikan
informasi yang tidak menggambarkan keadaan perusahaan yang sesungguhnya.
Diperlukan
sejumlah biaya untuk mengatasi permasalahan agensi dan meminimalisir terjadinya
kecurangan yang terjadi. Biaya tersebut diistilahkan sebagai biaya keagenan (Agency Cost), Jensen dan Meckling (1976)
mengidentifikasi biaya tersebut menjadi
tiga jenis, yaitu:
1. Biaya
monitoring (The monitoring cost), merupakan
biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agen.
2. Biaya bonding (The bonding cost), merupakan biaya yang dikeluarkan oleh
agen untuk meyakinkan pemegang saham bahwa manajemen perusahaan berjalan dengan
sebagaimana semestinya.
3. Biaya kerugian residual (The residual loss), merupakan kerugian
menurunnya nilai pasar akibat adanya hubungan keagenan yang ikut memengaruhi
berkurangnya kesejahteraan pemegang saham.
Dua tujuan
keagenan, yaitu:
Ø Untuk meningkatkan kemampuan
individu (baik prinsipal maupun agen) dalam mengevaluasi lingkungan dimana
suatu keputusan harus diambil (The Belief
Revision Role).
Ø Untuk mengevaluasi hasil dari
keputusan yang telah diambil untuk memudahkan pengalokasian hasil antara
prinsipal dan agen sesuai dengan persetujuan dalam kontrak kerja (The Performance Evaluation Role).
Hubungan
penting teori agensi dengan pelaksanaan corporate
governance adalah persoalan agensi yang kemudian coba untuk diselesaikan
dengan menyelaraskan kepentingan antara pemegang saham dan manajemen dengan
berbagai mekanisme yang dikenal dalam corporate
governance. Mekanisme tersebut antara lain, yaitu:
a) Melakukan kontrak-kontrak remunerasi
dan utang untuk manajer.
b) Kontrak-kontrak utang.
c) Pemegang saham mempunyai hak untuk
memengaruhi cara perusahaan dijalankan melalui voting dalam rapat umum pemegang
saham (RUPS)
d) Pemegang saham melakukan resolusi
yang mana suatu kelompok pemegang saham secara kolektif melakukan lobby terhadap manajer (mewakili
perusahaan) berkenaan isu-isu yang tidak memuaskan mereka.
e) Pemegang saham juga mempunyai opsi
disinvestasi (menjual saham mereka) sebagai tanda ketidakpuasan atas kinerja
manajemen perusahaan.
B. Teori Agensi dari Perspektif Islam
Hubungan
keagenan yang mengemukakan bahwa manusia senantiasa bersifat oportunis dan
senantiasa diwarnai konflik kepentingan, oleh sejumlah pihak dianggap
bermasalah dan tidak sejalan dengan prinsip Islam. Padahal Islam sangat
menjunjung nilai persaudaraan (ukhuwah) yang
mendorong seseorang untuk saling mencintai, mempercayai serta mengutamakan
orang lain yang dimotivasi atas keimanan kepada Allah SWT.
Anggraeni
(2011) Mengemukakan berkenaan dengan perspektif Islam dalam memandang teori
agensi sebagai berikut:
Namun demikian jika dilihat dari hakekat amanah itu datangnya
dari Allah, baik manajer maupun direksi telah melakukan tindakan yang tidak
sesuai ajaran amanah. Melanggar amanah merupakan tindakan yang menuju kearah
berkhianat, dan hal yang demikian ini merupakan perbuatan yang dilarang dan
larangan dalam agama adalah ‘dosa’.
Teori
agensi mengeleminir sikap amanah yang harus dimiliki oleh seseorang. Dimana
setiap pihak baik pemilik saham dan utamanya pihak manajer yang telah
diamanahi, wajib menjalankan sesuatu yang telah disepakati serta menghindari
sikap khianat.
Islam
mengajarkan ummatnya untuk mendahulukan sikap positif dalam melihat hubungan
atau kontrak antar sesama manusia terlebih lagi terhadap sesama muslim. Hal ini
akan mewujudkan sikap saling percaya dari para pelaku bisnis.
Penelitian
Lewis mengindikasikan bahwa pelaksanaan Islamic
corporate governance memiliki kedekatan dengan model stewardship theory. Dimana manajer diasumsikan termotivasi untuk
mencapai tujuan perusahaan, memiliki komitmen tinggi dan bekerja berdasarkan
kepentingan pemegang saham. Dan asumsi ini sangat bertolak belakang dengan
asumsi yang dibangun dalam teori agensi.
Pandangan
Islam didasarkan atas sikap yang mengutamakan persaudaraan dan amanah, meskipun
demikian dalam dinamika kehidupan khususnya bisnis, Islam tidak menutup
kemungkinan terjadinya tindakan-tindakan oportunis. Hal ini dapat dilihat dari
adanya terminologi seperti, munafik dan fasik
yang mengharuskan adanya tindakan antisipatif berupa pengawasan untuk
menghalangi prilaku yang merugikan.
Dari sisi
pengawasan, kita bisa melihat keterhubungan sekaligus perbedaan antara konsep
teori agensi dan konsep Islam. Baik sistem konvensional maupun Islam sama-sama
mendorong adanya pengawasan dan mengajukan mekanisme pengawasan yang dianggap
mampu mengurangi terjadinya kecurangan. Namun model pengawasan bisnis dalam
perspektif Islam memiliki perbedaan dari apa yang telah disebutkan dalam teori
agensi.
Manhaj Islam
mempunyai kelebihan, penggabungan antara pengawasan dari luar dan pengawasan
dari dalam. Dasarnya adalah bahwa seorang muslim mengawasi dirinya sendiri,
karena pengawasan dari luar hanya mencakup apa yang dilihat oleh manusia.
Didasari
atas filosofi Islam maka untuk menjamin bahwa etika bisnis telah dilaksanakan
dan mencegah penyimpangan, terdapat dua konsep pengawasan, yakni pengawasan
pribadi (Internal) dan pengawasan dari luar (eksternal). Pada dasarnya seorang
muslim mengawasi dirinya sendiri yang merupakan implementasi dari sifat amanah
dan untuk melengkapi pengawasan secara pribadi dilakukan pengawasan dari luar
seperti pada institusi hisbah yang
dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan dilaksanakan dengan baik pada masa Khalifah
Umar Ra. Selain itu terdapat institusi lain seperti dewan syariah, dewan syura dan audit religius yang akan
dijelaskan kemudian.
C.
HUKUM MAKELAR DALAM ISLAM
I.
Pengertian Makelar
Makelar
dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah perantara dalam bidang jual beli.
Makelar
berasal dari bahasa arab, yaitu samsarah yang berarti perantara perdagangan
atau perantara antarapenjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli.
Makelar
adalah pedagang perantara yang berfungsi menjualkan barang orang lain dengan
mengambil upah atau mencari keuntungan sendiri tanpa menanggungresiko. Dengan
kata lain, makelar itu ialah penengah antara penjual dan pembeli untuk
memudahkan terlaksananya jual beli tersebut.
Dalam
persoalan ini, kedua belah pihak mendapat manfaat. Bagi makelar (perantara)
mendapat lapangan pekerjaan dan uang jasa dari hasil pekerjaannya itu. Demikian
juga orang yang memerlukan jasa mereka, mendapat kemudahan, karena ditangani
oleh orang yang mengerti betul dalam bidangnya. Pekerjaan semacam ini,
mengandung unsur tolong menolong.
Dengan
demikian pekerjaan tersebut tidak ada cacat dan celanya dan sejalan dengan
ajaran islam. Pada zaman sekarang ini,pengertian perantara sudah lebih meluas
lagi, sudah bergeser kepada jasa pengacara, jasa konsultan, tidak lagi hanya
sekedar mempertemukan orang yang menjual dengan orang yang membeli saja, dan
tidak hanya menemukan barang yang di cari dan menjualkan barang saja. Dengan
demikian imbalan jasanya juga harus di tetapkan bersama terlebih dahulu,
Apalagi nilainya dalam jumlah yang besar. Biasanya kalau nilainya besar,
ditangani lebih dahulu perjanjiannya di hadapan notaris.
II.
Hukum Makelar Menurut Islam
Pekerjaan
makelar menurut pandangan islam adalah termasuk akad ijarah, yaitu suatu
perjanjian memanfaatkan suatu barang atau jasa, misalnya rumah atau suatu
pekerjaan seperti pelayan, jasa pengacara, konsultan, dan sebagainya dengan
imbalan.
Karena
pekerjaan makelar termasuk ijarah, maka untuk sahnya pekerjaan makelar ini,
harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:
a.
Persetujuan
kedua belah pihak, sebagaimana dijelaskan dalam surat An-Nisa’ ayat 29
Allah Swt berfirman:
Artinya :
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka
di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu” (QS.
An Nisa’ : 29).
b.
Obyek
akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan
c.
Obyek
akad bukan hal-hal maksiat atau haram.
Makelar
harus bersikap jujur, ikhlas, terbuka, tidak melakukan penipuan dan bisnis yang
haram maupun yang syubhat. Imbalan berhak diterima oleh seorang makelar setelah
ia memenuh akadnya, sedang pihak yang menggunakan jasa makelar harus memberikan
imbalannya, karena upah atau imbalan pekerja dapat meningkatkan kesejahteraan
pekerja yang bersangkutan.
Jumlah
imbalan yang harus diberikan kepada makelar adalah menurut perjanjian
sebagaimana Al Qur’an surat Al Maidah ayat 1
Allah Swt berfirman :
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.”
(Qs. Al-Maidah :1)
Menurut
Dr. Hamzah Ya’kub bahwa antara pemilik barang dan makelar dapat mengatur suatu
syarat tertentu mengenai jumlah keuntungan yang di peroleh pihak makelar. Boleh
dalam bentuk prosentase dari penjualan, dan juga boleh mengambil dari kelebihan
harga ysng di tentukan oleh pemilik barang.
Adapun sebab-sebab pemakelaran yang tidak diperbolehkan oleh
islam yaitu:
1. Jika pemakelaran tersebut memberikan mudharat dan
mengandung kezhaliman terhadap pembeli
2. Jika pemakelaran tersebut memberikan mudharat dan
mengandung kezhaliman terhadap penjual.
Adapun
hukum makelar atau perantara ini menurut pandangan ahli hukum islam tidak
bertentangan dengan syari’at hukum islam. Imam Al Bukhori mengemukakan bahwa :
Ibnu Sirin, Atha’, Ibrahim, dan Al Hasan memandang bahwa masalah makelar atau
perantara ini tidak apa-apa.
Menurut
pendapat Ibnu Abbas : bahwa tidak mengapa, seseorang berkata “juallah ini
bagiku seharga sekian, kelebihannya untukmu”.
Sejalan
dengan pandangan para fuqaha’ tersebut,apabila kita kembali pada aturan pokok,
maka pekerjaan makelar itu tidak terlarang atau mubah karena tidak ada nash
yang melarangnya.
PENUTUP
Setelah
kami paparkan penjelasan yang mengenai makelar dan agen, dapat ditarik
kesimpulan bahwa agensi merupakan salah satu teori dasar yang digunakan untuk
menjelaskan hubungan yang terjadi pada praktek bisnis modern, dan Makelar
adalah pedagang perantara yang berfungsi menjualkan barang orang lain dengan mengambil
upah atau mencari keuntungan sendiri tanpa menanggungresiko. Dengan kata lain,
makelar itu ialah penengah antara penjual dan pembeli untuk memudahkan
terlaksananya jual beli tersebut.
Dari kutipan di atas kita dapat mengetahui
bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara seorang atau lebih
prinsipal dengan orang lain yang disebut agen untuk melaksanakan sejumlah jasa
dan mendelegasikan sejumlah wewenang pengambilan keputusan kepada agen, demi
memaksimalkan kepentingan prinsipal.
Akan
tetapi dalam pelaksanaannya, agen tidak selalu bertindak berdasarkan
kepentingan prinsipal. Sebagaimana yang dikemukakan. Manajemen
bisa melakukan tindakan-tindakan yang tidak menguntungkan perusahaan secara
keseluruhan yang dalam jangka panjang bisa merugikan kepentingan perusahaan.
Bahkan untuk mencapai kepentingannya sendiri, manajemen bisa bertindak
menggunakan akuntansi sebagai alat untuk melakukan rekayasa. Perbedaan
kepentingan antara prinsipal dan agen inilah disebut dengan Agency Problem yang salah satunya disebabkan oleh
adanya Asymmetric Information.
.
Bagi makelar (perantara) mendapat lapangan pekerjaan dan uang jasa dari hasil
pekerjaannya itu. Demikian juga orang yang memerlukan jasa mereka, mendapat
kemudahan, karena ditangani oleh orang yang mengerti betul dalam bidangnya.
Pekerjaan semacam ini, mengandung unsur tolong menolong.
Dengan
demikian pekerjaan tersebut tidak ada cacat dan celanya dan sejalan dengan
ajaran islam. Pada zaman sekarang ini,pengertian perantara sudah lebih meluas
lagi, sudah bergeser kepada jasa pengacara, jasa konsultan, tidak lagi hanya
sekedar mempertemukan orang yang menjual dengan orang yang membeli saja, dan
tidak hanya menemukan barang yang di cari dan menjualkan barang saja. Dengan
demikian imbalan jasanya juga harus di tetapkan bersama terlebih dahulu,
Apalagi nilainya dalam jumlah yang besar.
Demikian yang dapat Saya bantu Bagi Mahasiswa IAIN Kerinci
Tidak ada komentar:
Posting Komentar