A. Latar Belakang
Sebagai muslim kita
yakin bahwa melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah, telah diatur garis besar aturan
untuk menjalankan kehidupan ekonomi, dan untuk mewujudkan kehidupan ekonomi,
sesungguhnya Allah telah menyediakan sumber daya Nya dan mempersilahkan
manusia untuk memanfaatkannya, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al Baqarah (2)
ayat 29
“ Dia lah Allah, yang
menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menciptakan
langit, lalu dijadikan Nya tujuh langit, dan dia Maha Mengetahui segala
sesuatu.
Namun, pada
kenyataannya, kita dihadapkan pada system ekonomi konvensional yang jauh lebih
kuat perkembangannya daripada system ekonomi islam. Kita lebih paham dan
terbiasa dengan tata cara ekonomi konvensional dengan segala macam
perbuatannya..
Sebagai muslim, kita
dituntut untuk menerapkan keislamannya dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk
dari aspek ekonomi. Maka mempelajari sistem ekonomi Islam secara mendalam
adalah suatu keharusan, dan untuk selanjutnya disosialisasikan dan diterapkan.
Makalah ini disusun
dari berbagai sumber dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang ekonomi
Islam. Untuk memudahkan pemahaman, pendekatan yang digunakan adalah melalui analisis
perbandingan dengan system ekonomi konvensional.
B. Rumusan Masalah
a. Apa makna ekonomi islam ?
b. Apa – apa saja prinsip dasar ekonomi islam ?
c. Tafsir qur’an mengenai prinsip dasar ekonomi islam ?
C. Tujuan dan manfaat
a. Untuk mengetahui makna ekonomi islam
b. Untuk mengetahui prinsip – prinsip dasar ekonomi islam.
c. Untuk mengetahui dalil yang mengenai prinsip – prinsip ekonomi islam.
d. Untuk mengetahyi tafsiran dari al qur’an yang mengenai prinsip – prinsip
ekonomi islam
PEMBAHASAN
2.1 PRINSIP – PRINSIP DASAR EKONOM ISLAM
2.1.1 Pengertian
Ekonomi Islam
Menurut Prof. Dr.
Ahmad Muhammad ‘Assal & Prof. Dr. Fathi Ahmad Abdul Karaim adalah :
Sesungguhnya ekonomi Islam adalah bagian integral dari sistem Islam yang
sempurna. Apabila ekonomi konvensional dengan sebab situasi kelahirannya
terpisah secara sempurna dari agama. Maka keistimewaan terpenting ekonomi
Islam adalah keterkaitannya secara sempurna dengan Islam itu sendiri, yaitu aqidah
dan syariah.[1]
Apabila ekonomi Islam
menjadi bagian dari Islam yang sempurna, maka tidak mungkin memisahkannya dari
sistem aturan Islam yang lain dari aqidah, ibadah dan akhlak.[2]
Berdasarkan ini, maka
tidak boleh kita mempelajari ekonomi Islam secara berdiri sendiri yang terpisah
dari aqidah Islam dan syariahnya, karena sistem ekonomi Islam bagian dari
syariah Islam. Dengan demikian ia terkait secara mendasar dengan aqidah.[3]
Sedangkan menurut Muhammad
Rawwas Qal’ah Ekonomi Islam adalah Sesungguhnya ekonomi Islam adalah aturan
Tuhan. Setiap ketaatan terhadap aturan ini merupakan ketaatan kepada Allah Swt.
Setiap ketaatan kepada Allah adalah ibadah. Jadi menerapkan sistem ekonomi
Islam adalah ibadah.[4]
2.1.2
Prinsip – Prinsip Dasar Ekonomi Islam
Prinsip-prinsip
Ekonomi Islam itu secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut: Ekonomi
Islam memiliki sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani. Disebut ekonomi
Rabbani karena sarat dengan arahan dan nilai-nilai Ilahiah. Dikatakan ekonomi
Insani karena system ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran
manusia.
Keimanan sangat penting
dalam ekonomi Islam karena secara langsung akan mempengaruhi cara pandang dalam
membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup, selera dan preferensi manusia.
Dalam ekonomi Islam sumber daya insani menjadi faktor terpenting. Manusia
menjadi pusat sirkulasi manfaat ekonomi dari berbagai sumber daya yang ada.
Dalam Ekonomi Islam,
berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Tuhan
kepada manusia. Manusia harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin
dalam produksi guna memenuhi kesejahteraan secara bersama di dunia yaitu untuk
diri sendiri dan untuk orang lain. Namun yang terpenting adalah bahwa kegiatan
tersebut akan dipertanggung-jawabkannya di akhirat nanti.
Tujuan ekonomi islam
adalah bahwa setiap kegiatan manusia didasarkan kepada pengabdian kepada Allah
dan dalam rangka melaksanakan tugas dari Allah untuk memakmurkan bumi, maka
dalam berekonomi umat islam harus mengutamakan keharmonisan dan pelestarian
alam.
Secara umum
prinsip-prinsip ekonomi menjadi 2 kelompok besar. Masing-masing kelompok besar
ini membentuk suatu bangunan yang akan menjadi prinsip ekonomi islam.
v Berdasarkan pada definisi dan ruang lingkup ekonomi islam, maka terdapat
berbagai prinsip yang harus dipegang teguh dalam menjalankan ekonomi islam.
Bagian bangunan pertama ekonomi islam didasarkan atas lima nilai
universal yakni: tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian),
khilafah (pemerintah), dan ma’ad (hasil).[5]
1. Tauhid
Tauhid merupakan fondasi ajaran islam. Isi tauhid itu sendiri jelas terpampang pada dua kalimat syahadat yang
menyatakan bahwa: “Tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”.
Dengan tauhid, manusia menyaksikan bahwa tiada satupun yang layak disembah
selain Allah, tidak ada pemilik langit, bumi dan isinya, selain daripada Allah.
Jadi Allah adalah pencipta alam semesta dan isinya sekaligus pemiliknya,
termasuk pemilik manusia dan seluruh sumber daya yang ada. Karena itu segala
aktivitas manusia tak terkecuali aktivitas ekonomi dibingkai dengan kerangka
hubungan dengan Allah. Dan segala sesuatu yang kita perbuat di dunia nantinya
akan dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT. Sehingga termasuk didalamnya aktivitas
ekonomi dan bisnis nantinya akan dipertanggungjawabkan juga. Dengan tauhid yang
benar, pelaku ekonomi menjadikan landasan ketauhidan dalam setiap aktivitasnya.
Dengan tauhid yang benar pula, pelaku ekonomi melakukan aktivitas ekonomi
dengan senantiasa mengingat bahwa pertanggungjawaban yang hakiki adalah
pertanggungjawaban akhirat. Dengan pondasi yang kokoh ini, diharapkan agar
setiap pelaku ekonomi dapat memahami dan melaksanakan islam secara benar, lalu
meyakini bahwa ekonomi islam tidak terlepas dari islam itu sendiri.
2. ‘Adl
Dalam islam didefinisikan sebagai “tidak menzalami dan tidak dizalimi”.
Implikasi (keterlibatan masalah) ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku
ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu
merugikan orang lain atau merusak alam.
3. Nubuwwah
Nubuwwah merupakan perwujudan dari rahman, rahim dan kebijaksanaan Allah.
Manusia tidak dibiarkan begitu saja didunia tanpa mendapat bimbingan. Karena
itulah diutus para nabi dan rasul untuk menyampaikan petunjuk dari Allah kepada
manusia tentang bagaimana hidup yang baik dan benar didunia. Sebagaimana di
dalam Al Qur’an juga sudah di jelaskan yaitu Telah ada pada diri Rasulullah
suri teladan yang baik. Rasul merupakan “manusia model” Model percontohan ideal
bagi umat manusia. Maha Suci Allah yang telah menciptakan para Nabi agar
senantiasa memberi kita pedoman dan bimbingan untuk senantiasa selamat
menjalani bahtera dunia menuju kampung akhirat untuk diteladani manusia,
karenanya Rasulullah memiliki sifat-sifat utama yaitu siddiq (benar, jujur),
amanah (kepercayaan), tabligh (keterbukaan/menyampaikan), dan fatanah
(kecerdasan).
Sifat nabi di atas
menjadi acuan bagi aktivitas ekonomi. Sifat di atas juga sangat manusiawi
sehingga dalam pelaksanaanya sangat nyata untuk dilakukan. Juga sifat di atas
adalah lambang profesionalitas, prestatif, dan kontributif dalam pelaksanaan
aktivitas ekonomi.
4. Khilafah
Khilafah artinya manusia memiliki misi untuk menjadi pemimpin dan pemakmur
bumi. Nilai mendasari prinsip kehidupan kolektif manusia, fungsi dan peran
utamanya adalah agar menjaga keteraturan interaksi (mu’amalah) antar kelompok
termasuk bidang ekonomi, dan memastikan bahwa perekonomian suatu negara
berjalan dengan baik tanpa distorsi dan telah sesuai dengan syariah.
5. Ma’ad
Ma’ad secara harfiah
berarti kemballi. Maksudnya manusia akan kembali pada Tuhan untuk
mempertanggung jawabkan perbuatannya, karena kehidupan manusia bukan hanya
berlangsung didunia saja melainkan terus berlajut diakhirat.[6]
Dan bisa juga di
artikan sebagai hasil atau imbalan, sesuai dengan kata Imam Ghazali bahwa motif
para pelaku ekonomi adalah untuk mendapatkan keuntungan/profit/laba. Dalam
islam, ada laba/keuntungan di dunia dan ada laba/keuntungan di akhirat. Oleh
karena itu pencapaian adalah suatu hal yang mutlak
v Bagian kedua, Kelima nilai yang telah diuraikan di atas menjadi dasar
inspirasi untuk menyusun teori-teori ekonomi. Dari kelima nilai ini kita dapat
menurunkan tiga prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri sistem ekonomi islam
yang juga menjadi tiang ekonomi islam. Prinsip derivatif tersebut adalah
sebagai berikut:
· Multitype Ownership (kepemilikan multijenis)
Nilai tauhid dan nilai adil melahirkan konsep multitype ownership. Dalam
islam, berlaku prinsip kepemilikan multijenis, yakni mengakui bermacam-macam
bentuk kepemilikan baik oleh swasta, negara atau campuran. Prinsip ini adalah
terjemahan dari nilai tauhid: pemilik primer langit, bumi dan seisinya adalah
Allah, sedangkan manusia diberi amanah untuk mengelolanya. Dan untuk menjamin
adanya keadilan, maka cabang-cabang produksi yang strategis dapat dikuasai oleh
negara.
· Freedom to Act (kebebasan untuk bergerak/usaha)
Ketika menjelaskan nilai nubuwwah, kita sudah sampai pada kesimpulan bahwa
penerapan nilai ini akan melahirkan pribadi-pribadi yang profesional dalam
segala bidang, termasuk bidang ekonomi dan bisnis. Keempat nilai nubuwwah ini
bila digabungkan dengan nilai keadilan dan nilai khilafah akan melahirkan
konsep freedom to act pada setiap muslim. Freedom to act bagi setiap
individu akan menciptakan mekanisme pasar dalam perekonomian karena setiap
individu bebas untuk bemuamalah. Pemerintah akan bertindak sebagai wasit yang
adil dan mengawasi pelaku-pelaku ekonomi serta memastikan bahwa tidak terjadi
distorsi dalam pasar dan menjamin tidak dilanggarnya syariah.
· Social Justice (keadilan sosial)
Gabungan nilai khilafah
dan nilai ma’ad melahirkan prinsip keadilan sosial. Dalam islam, pemerintah
bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan menciptakan
keseimbangan sosial antara yang kaya dan yang miskin.[7]
Teori ekonomi islam
dan sistemnya belumlah cukup tanpa adanya manusia yang menerapkan nilai-nilai
yang terkandung didalamnya. Dengan kata lain, adanya manusia yang berakhlak
adalah hal mutlak dalam ekonomi. Kinerja suatu bisnis atau ekonomi tidaklah
bergantung kepada teori dan sistemnya saja, melainkan pada man behind the
gun-nya. Oleh karena itu akhlak menjadi bagian ketiga dan merupakan atap yang
menaungi ekonomi islam.
2.2
TAFSIRAN QUR’AN
2.2.1 Tafsiran Alqur’an Surat
Surat al jum’ah ayat 10
A.
Apabila
telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.(QS: Al-Jumuah Ayat: 10)
B. Kosakata
لِلصَّلاةِ : shalat فَانْتَشِرُوا : Maka bertebaranlah kamu
الأرْضِ فِي : Di muka bumi وَابْتَغُوا : Dan carilah
للَّهِ افَضْلِ مِنْ Karunia Allah اللَّهَ وَاذْكُرُوا Dan ingatlah Allah
كَثِيرًا Banyak-banyak لَعَلَّكُمْ Supaya kamu
تُفْلِحُونَ Beruntung
C. Makna mufradat serta I’rab nya
الصَّلَاةُ
قُضِيَتِ ( ditunaikan akan shalat) , قُضِيَتِ merupakan fi’il madhi yang
dibinakan bagi majhul ( tidak di ketahuikan) asal katanya adalah قضي , الصَّلَاةُ( shalat), ia merupakan isem bagi
قُضِيَتِ , الصَّلَاةُ maksud kata-katanya ini adalah shalat jum’at, kenapa
berhunbungan dengan kata – kata قُضِيَتِ, karena tidak di ketahui shalat apa,
dan di ketahui nya karena ada ال pada kata – kata shalatu, al ال if lam itu adalah ال ma’rifah ( yang di tujukan
pada shalat jum’at), فَانْتَشِرُوا, merupakan fi’il amar,
atas wazan انتشر, berfaedah mutawa’ah, yaitu hasil bekas sesuatu dari fi’il
muta’adi maksudnya sesudah shalat boleh bertebaran di muka bumi, menurut tafsir
jalalain perintah ini menunjukkan pengertian ibahah (boleh), وَابْتَغُوا :
Dan carilah, ابتغوا adalah fi’il amar ( perintah) agar kita di mencari akan
karunia Allah, contohnya seperti mencari rezeki tetapi wajib dengan cara yang
halal,dan faedah nya juga mutawa’ah, اللَّهَ وَاذْكُرُوا Dan ingatlah
Allah, اذكروا juga fi’il amar ( berupa perintah) menunjukkan akan dalam kita
bertebaran, kita mencari rezeki di wajibkan atas kita selalu mengingat akan
Allah, كَثِيرًا, bila kita I’rab dia adalah ke hal, dengan arti, hal keadaan
sebanyak-banyaknya, لَعَلَّكُمْ, kata-kata لعل menurut ilmu nahwu memili
faedah taraji yaitu mengharap sesuatu yang kemungkinan terjadi, تُفْلِحُونَ (kamu beruntung), dia merupakan fi’il mudhari’ asal kata nya
yaitu افلح
D. Asbabun Nuzul
Diriwayatkan dalam
sebuah hadits ,Ketika Rasul sedang berkhutbah jumat, tiba-tiba datanglah para
pedagang dengan membawa dagangannya. Dan para sahabat yang sedang mendengarkan
khutbah itu berdiri mengerumuni para pedagang yang baru datang tersebut.
Melihat kejadian itu turunlah Q.S al-jumuah ayat 9-10.
E. Munasabah
Pada ayat ini, Allah
SWT menerangkan bahwa setelah selesai melakukan shalat Jumat boleh bertebaran
di muka bumi melaksanakan urusan duniawi, berusaha mencari rezeki yang halal,
sesudah menunaikan yang bermanfaat untuk akhirat.
Pada ayat ini, Allah
SWT menerangkan bahwa setelah shalat. Hendaklah mengingat Allah sebanyak-banyaknya
di dalam mengerjakan usahanya dengan menghindarkan diri dari kecurangan,
penyelewengan dan lain-lainnya, karena Allah Maha Mengetahui segala sesuatu,
yang tersembunyi apalagi yang nampak nyata, sebagaimana firman Allah SWT: Yang
Mengetahui yang gaib dan yang nyata. Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(Q.S At Taghabun: 18) Dengan demikian tercapailah kebahagiaan dan
keberuntungan di dunia dan di akhirat.
F. Tafsir
Dalam ayat ini (surah
Al-Jumu’ah(62) ayat:10), Allah menegaskan bahwa ketika shalat Jum’at telah
ditunaikan, maka manusia diperintahkan untuk segera kembali melakukan
aktivitasnya masing-masing dalam rangka mencari karunia Allah baik berupa
rezeki harta maupun ilmu pengetahuan. Jadi, pelajar dan guru kembali ke
kelasnya, para pegawai kembali ke kantornya, para pekerja kembali ke pabriknya,
para petani kembali ke sawahnya, dan begitu pula yang lainnya. Hal ini
merupakan perintah Allah agar manusia memiliki etos kerja yang tinggi, disiplin
yang kuat dan mampu menghargai waktu. Kemudian setelah manusia mendapatkan
karunia Allah maka janganlah lupa “wadzkurulloha katsiro” harus kembali
mengingat Allah, karena semua karunia yang telah didapat itu semata-mata karena
kemurahan Allah dan harus dikembalikan kepada Allah dengan cara syukur kepadanya
agar kita senantiasa beruntung. Kedua ayat di atas juga menunjukkan bahwa
manusia harus pandai mempergunakan waktu dan mengaturnya sedemikian rupa,
sehingga tidak ada waktu yang terbuang percuma. Dengan demikian etos kerja yang
tinggi akan terwujud dalam diri seseorang.
Menurut kami Jika
Surah al-Jumu’ah [62] ayat 9–10 dikaitkan dengan tema PRINSIP-PRINSIP
EKONOMI ISLAM, penjelasannya sebagai berikut.
Hendaknya bersegeralah
memenuhi panggilan Allah dengan menunaikan ibadah salat jum’at bagi laki-laki
walaupun sedang melakukan aktifitas perniagaan yang sangat menarik keuntungan
bisnisnya, kecuali berhalangan seperti sakit atau dalam perjalanan jauh. Hal
ini menunjukkan bahwa urusan akhirat lebih penting dari pada urusan dunia.
Karena akhirat lebih kekal sedangkan dunia sementara.begitulah pondasi tauhid
sebagaimana sesuai dengan prinsip yang tadi sudah dijelaskan.
Namun demikian setelah
menunaikan ibadah salat jum’at tidak boleh mengabaikan urusan dunia,
bersegeralah, bergegas untuk mencari nafkah demi kepentingan hidup diri dan
keluarganya dan tidak boleh malas, karena karunia Allah yang terbentang dijagat
raya ini diperuntukkan bagi manusia yang harus diusahakan. Ayat ini mengajarkan
kita untuk bekerja keras dalam meraih kebahagiaan dunia. Dan Ini menunjukkan
bahwa Islam adalah agama yang tidak hanya memikirkan akhirat saja tapi dunia
juga penting. Dunia juga sangat menunjang kehidupan akhirat, karena dengan
kelebihan rizki kita bisa bersadaqah dan itu adalah investasi akhirat. Tentang
kerja keras dan keseimbangan dunia dan akhirat sesuai sabda Rasulullah SAW. :
“Bekerjalah untuk (kebutuhan) duniamu seolah-olah kamu akan hidup selamanya,
dan beribadahlah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok pagi” (H.R.
Ibnu Azakir) begitulah prinsip Freedom to Act (kebebasan untuk
bergerak/usaha)
Pada kesempatan lain
Rasulullah sering memotivasi umatnya untuk senantiasa meningkatkan etos kerja
sebagaiamana dalam beberapa sabdanya di bawah ini: ” Yang sangat menakutkan
atas umatku adalah banyak makan, lama tidur serta malas. Pengangguran hanya
akan menjadikan seorang manusia menjuadi keras hati.”(HR. Al-Syihab)
“Sesungghnya Allah
mencintai hamba yang berkarya. Dan barang siapa yang bekerja keras untuk
keluarganya maka ia seperti pejuang di jalan Allah azza wajalla.”(HR. Ahmad)
“Tidaklah seseorang
makan makanan yang lebih baik daripada hasil keterampilan tangannya
sendiri.”(HR. Bukhari)
Untuk tercapai
kebahagiaan dunia dan akhirat kita diperintahkan untuk banyak berzikir dan
berdo’a agar sukses dalam meraih cita-cita, ingatlah Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung.
Selain itu Para fukaha
(ahli fikih) menjadikan ayat dalam Surah al-Jumuah ini sebagai dalil
tentang hukum melaksanakan salat Jumat. Salat Jumat hukumnya adalah wajib
bagi setiap muslim sehingga ketika seseorang sedang berjual beli,
dianjurkan untuk meninggalkan sejenak dan segera menunaikan salat Jumat.
Jika Surah al-Jumu’ah [62] ayat 9–10 dikaitkan dengan prinsip ekonomi
islam,dalam contoh bekerja penjelasannya sebagai berikut,
a. Perlunya Keseimbangan antara Urusan Dunia dan Akhirat
Pada saat kita
menyelesaikan pekerjaan jenis apa pun yang menyangkut urusan duniawi,
tetap diharuskan meninggalkannya jika mendengar panggilan azan. Perintah
ini menunjukkan pentingnya menyeimbangkan urusan duniawi dan
ukhrawi. Kita dibolehkan mengejar kehidupan duniawi,
tetapi tidak boleh terlena sehingga lupa pada kehidupan
akhirat. Hal ini karena kerja kita telah diniatkan untuk mencari
rida Allah sehingga jika ada panggilan untuk ibadah
kepada-Nya, tidak boleh enggan mengerjakan. Jika salat telah
dikerjakan, kita pun diperbolehkan untuk kembali
melanjutkan aktivitas.
Ada juga pesan
yang sangat populer dari Abdullah bin Umar r.a. yang Artinya:
”Bekerjalah untuk kepentingan duniamu seolah-olah kamu akan hidup selamanya
dan bekerjalah untuk kepentingan akhiratmu seolah-olah kamu akan mati
besok.” (H.R. Baihaqi) Bekerja dengan sungguh-sungguh dan profesional
dalam ajaran Islam sangat diutamakan. Demikian juga khusyuk dalam
ibadah sangat penting agar dapat membekas pada amaliah
sehari-hari, termasuk dalam bekerja. (prinsip tauhid/ilahiah)
b. Bekerja Harus Selalu Ingat Allah
Dalam bekerja kita,
harus mengingat Allah sehingga tidak akan terperosok untuk melakukan
perbuatan yang tidak diridai oleh-Nya. Kita dibolehkan mencari karunia
Allah sebanyak mungkin, asal dilakukan dengan cara yang benar. Dengan
demikian, Allah pun akan meluaskan rezeki kepada kita dan memberikan
keberuntungan yang berlipat ganda.(prinsip tauhid,adil ma’ad)
c. Meningkatkan Produktivitas Kerja
Setelah mengerjakan
salat Jumat, kita diperbolehkan untuk melanjutkan aktivitas kerja lainnya.
Melakukan ibadah tidak berarti menghambat produktivitas kerja. Guna
mendukung produktivitas kerja, ada hal-hal tertentu yang penting untuk
diperhatikan.
1. Bersikap rajin, ulet, dan tidak mudah putus asa.(prinsip ma’ad)
2. Meningkatkan inovasi dan kreativitas.
3. Mau belajar dari pengalaman sehingga dapat berbuat lebih baik pada
masa datang.(prinsip keadilan social)
4. Memaksimalkan kemampuan diri yang ada dan selalu optimis.
5. Berdoa dan bertawakal kepada Allah.( Freedom to Act (kebebasan untuk bergerak/usaha)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang
dapat kami ambil pada makalah ini yaitu,
Secara umum prinsip-prinsip ekonomi
menjadi 2 kelompok besar. Masing-masing kelompok besar ini membentuk suatu
bangunan yang akan menjadi prinsip ekonomi islam.
Bagian pertama (nilai
universal) yang menjadi teori dari ekonomi islam dan menjadi landasan ekonomi
islam yaitu:
· Tauhid (keesaan Tuhan
· ‘Adl (keadilan)
· Nubuwwah (kenabian
· khilafah (pemerintahan).
· Ma’ad (hasil)
Dengan prinsip-prinsip
utama di atas maka sistem ekonomi islam dapat dibangun dengan sangat
kokoh.Bagian kedua (prinsip-prinsip derivative) ini merupakan prinsip-prinsip
sistem ekonomi islam yang juga menjadi tiang ekonomi islam yaitu:
· Multitype Ownership
· Freedom to act (Kebebasan bertindak atau berusaha)
· Social Justice (Keadilan Sosial)
Kita sebagai manusia kita harus
mempriolitaskan hak hak kita sebagai hamba kepada sang khalik dan ketika
perkara masalah ibadah kita telah selesai maka di situlah kita menjalankan
hubungan dengan sesama manusia untuk mencari rezeki sebanyak mungkin, dengan
cara yang halal, dan senang tiasa memiliki rasa disiplin, menghargai waktu dam
etos kerja yang tinggi, dan setelah kita mendapatkan rezeki janganlah lupa
untuk kembali bersyukur dan mengingat Allah karena sungguh rezeki yang
diperoleh itu semua datangnya dari Allah SWT.
B. Saran
Dalam makalah kami
ini, masih banyak hal yang harus diperbaiki dan dikoreksi, materi-materi yang
disajikan pun masih belum lengkap. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kontribusi positif untuk kemajuan kita bersama, karena kami tidak menunggu
sempurna untuk melakukan sesuatu, tapi kami melakukan sesuatu untuk menuju
kesempurnaan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Mujahidin, Akhmad. 2007. Ekonomi
Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Supadie, Didiek Ahmad.2013. Ekonomi
Syari’ah. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar